Showing posts with label horror. Show all posts
Showing posts with label horror. Show all posts

Saturday, January 12, 2019

The Whispering Skull -- Jonathan Stroud

The Whispering Skull, by Jonathan Stroud

Rating: 4 of 5 stars

Suka sama lanjutan Lockwood and co. No 2 ini. Terjemahannya bagus meski ada typo. Cuma bingung aja, kalo bagus dan suka, kenapa bacanya lama banget ya? Lebih dari sebulan. Ini menyebalkan lho! Secara antrian buku kan masih banyak. Kenapa skrg jd lelet? (Dan curhat?)

Masih tentang hantu2 sih, dan beberapa bagian masih bisa bikin saya takut sendiri dan pindah baca dari ruang tamu ke kamar tidur 😁 Konfliknya juga makin banyak, dan mereka nyelesein masalahnya bersih, cakep dah pokoknya!

Btw, ini si Lucy ada hati ya sama Lockwood? Atau nggak? Kalo ada jg gak pa-pa sih, toh sama-sama single. Kecuali salah satunya udah ada yang punya, nah gak boleh ya! #eh

Yo mari lah lanjut no 3. Tapi sebelumnya selingin buku lain dulu kali ya? Biar kekejar juga nih bacaan book club 😁

Thursday, December 06, 2018

The Dagger in the Desk -- Jonathan Stroud

The Dagger in the Dark, by Jonathan Stroud

Rating: 4 of 5 stars

Ini bisa dibilang companion dari serial Lockwood and Co. Jadi nggak berisi cerita baru yang bakal bikin kita ketinggalan berita kalau nggak baca. Bacanya juga bisa kapan aja, bisa setelah baca seluruh seri. Nggak dosa kok :D Isinya tentang kerjaan mereka sebagai pembasmi hantu. Jadi kira-kira seperti itulah cara mereka bekerja. Masih ada selingan humor dari dialog sarkasme mereka. Ini yang saya selalu nanti-nanti, soalnya kocak dan bikin agak rileks sebelum ketemu hantu.

Kalau ada yang belum pernah baca seri Lockwood dan ingin baca ini duluan juga boleh, karena Lucy menjelaskan kok sedikit banyak apa itu Source, apa itu Talent, dan lainnya. Ya tapi kalau mau tahu lebih jelas tentang mereka, jelas harus baca novelnya :D

Anyway, cemilan yang crunchy, mayan bikin tegang tapi gak se-tegang novelnya. Hantunya juga nggak terlalu banyak perlawanan, atau mungkin karena mereka sudah terlalu professional menghadapi yang kelas kacangan? Jadi gak sabar mau lanjut ke buku ke dua seri ini: The Whispering Skull.

Tuesday, December 04, 2018

The Screaming Staircase -- Jonathan Stroud

The Screaming Staircase by Jonathan Stroud

My rating: 4 of 5 stars

Suka pake banget! Sebenarnya sudah lama lihat seri ini bertebaran di mana-mana: di daftar bacaan orang di goodreads, di foto-foto instagram, juga di blog-blog reviewer buku. Tapi nggak kepingin baca karena... Well, saya penakut. Nonton Susanna aja ogah! Dikirimin foto Susanna di grup wa langsung left. Ya gitu lah saking pengecutnya.
IG: @bookdragonmomma

Tapi trus lihat dipostingan IG teman, dan baca review orang-orang, kok semua bilang seru. Semua kasih bintang banyak. Jadi penasaran dong? Padahal library tempat saya kerja ngoleksi buku ini, dan siapa yang beli waktu itu? Ya the one and only me lah! Kocak ya? Belum lagi buku serial sebelumnya yang sepertinya booming banget: Bartimaeus, menjadi buah bibir di kalangan pembaca. Jadilah makin panasaran.
“I wasn't pretty, but as my mother once said, prettiness wasn't my profession.”
Anyway, enough with the-i-can't-believe-i-missed-it story, langsung aja ke point ya, yakni novelnya itu sendiri. Ceritanya seru, gak biasa topiknya, yakni tentang agen pembasmi hantu. Diceritakan dari sudut pandang Lucy, seorang anggota baru di agen Lockwood and Co. Cara pandang Lucy simple aja tapi pengamatannya akurat. Saya ketawa sendiri membaca beberapa deskripsinya tentang George. Yah dia memang tidak suka George, karena kesan yang diberikan kurang baik. Wajar sih ya. Mungkin di buku selanjutnya lebih halus pendeskripsian tentang si mahluk gembul ini. 
“Really?"
"No. I'm being ironic. Or is it sarcastic? I can never remember."
"Irony's cleverer, so you're probably being sarcastic.”

George sangat suka riset, Dia itu pemustaka sejati :D hehehe sebagai pustakawan tentu saya bahagia jika ada karakter (manusia hidup, atau di novel) yang menganggap perpustakaan sebagai tempat paling penting dalam hidup mereka. Di setiap kasus yang akan mereka hadapi, George pasti langsung mencari tahu sejarah rumah yang akan mereka datangi, pemiliki rumah, dan orang-orang yang berada di sekitar tempat berhantu tersebut. Karena tidak jarang, hantu yang 'galak' malah bukan hantu yang dimaksud klien.

IG: @bookdragonmomma
Lockwood sendiri orangnya sepertinya santai namun sebenarnya dia pemimpin yang hebat. Saya suka gayanya yang cool tapi penuh spekulasi. Jelas dia sangat melindungi anggotanya. Trus jalan ceritanya sendiri saya suka. Meski selalu ngeri sedap kalo ada penampakan, tapi di tengah momen serius ada aja yang bisa saya tertawakan. Jadi gak terlalu serem (meski t e t a p serem). Di buku pertama ini, mereka menyelesaikan beberapa tugas sekaligus, namun ada dua kasus besar yang harus mereka pecahkan. Yang satu hantu dari masa lalu, seorang gadis yang terbunuh namun mayatnya hingga 50 tahun kemudian tidak pernah ditemukan. Dan satu kasus lagi adalah rumah tua yang terkenal apling berhantu di London. Mereka harus menghadapi gugus hantu kali ini. Jadi bukan cuma hantu sendiri-sendiri, melainkan gugus. mungkin bentar lagi ada istilah kelurahan atau kabupaten :D
“This is an interview, not a boxing match.”
Karena ini buku pertama, chemistry di antara mereka bertiga belum terlalu nyambung. Lucy masih suka melakukan kesalahan, memutuskan sendiri, dan menyimpan rahasia. Dan Lockwood tidak terlalu suka dengan hal tersebut. Beberapa kali Lucy bahkan kena teguran dan terancam dipecat, namun ternyata bakatnya lebih besar dari keteledorannya. Ya namanya juga baru kenal ya kan? Jadi masih ngetest kedalaman air lah istilahnya. Saya sangat mengantisipasi buku selanjutnya ☺️


IG: @bookdragonmomma

Sunday, February 19, 2017

The Ice Twins -- S.K. Tremayne

The Ice Twins, by S.K. Tremayne

My rating: 4 of 5 stars

Empat belas bulan setelah kematian salah satu anak kembar mereka, Lidya, dalam sebuah kecelakaan di rumah orang tuanya, Sarah dan Angus memutuskan untuk pindah rumah, dari London ke sebuah pulau yang diwariskan Angus dari neneknya. Rumah dengan menara mercusuarnya itu membawa harapan baru bagi Sarah dan keluarganya untuk memulai hidup baru, lembaran baru, dengan kenangan yang baru.

Apalagi setelah dilihatnya Kirstie, yang sekarang menjadi anak semata wayang mereka, bersikap aneh dan bahkan mengatakan bahwa bukan Lidya yang meninggal, melainkan Kirstie. Dan dia adalah Lidya. Sarah berkonsultasi ke psikolog anak dan memutuskan untuk membiarkan kebingungan identitas itu sementara, karena fase itu akan lewat nantinya.
"Perhaps when you had a child together there was always a residual connection of love, even if it was later drowned. The love was still down there; like a sunken ship. And when you shared the death of a child you were bonded for eternity."
Rumah baru di pulau tersebut kondisinya sangat tidak ideal untuk ditempati, namun mereka berharap dengan seiring waktu, dan kerja keras memperbaikinya, kondisi akan makin membaik. Kirstie (yang ngotot ingin dipanggil  Lidya) masuk ke sekolah baru. Namun teman-temannya tidak ada yang mau berteman dengannya. Anak semata wayangnya dijauhi oleh teman-temannya di sekolah barunya. Dan suatu hari, Sarah menyaksikan sendiri Lidya bercakap-cakap dan tertawa sendiri, menggunakan bahasa kembaran dengan saudaranya kala mereka masih bersama.

Lidya memang beberapa kali menyebutkan kalau Kirstie datang dan bermain dengannya, namun Sarah tak menggubrisnya, karena hari gini? Hantu? Oh, please... Mereka tidak memercayai hantu. Namun bahkan orang-orang lokal sempat menyebutkan bahwa di tempat ini memang ada hantu yang bergentayangan.

Pic doc pribadi
Situasi rumah yang jauh dari tetangga, ditambah lagi musim dingin yang mendekati, plus badai yang mengancam datang saat Angus sedang tugas keluar pulau, membuat Sarah bingung dengan kejadian-kejadian aneh yang mulai bermunculan. Sarah pun tak mengerti mengapa Angus selalu terlihat marah, meski Angus tak pernah memukulnya atau berkata kasar padanya. Sarah mulai bertanya sebenarnya apa yang terjadi di hari Lidya (atau Kirstie?) meninggal.

Novel thriller ini benar-benar mencekam! Dan endingnya? Beuh... bikin gak berani tidur sendiri deh. Horor dan menguras emosi. Saya dengar novel ini akan difilmkan, sepertinya saya akan membuat pengecualian dan menontonnya. Karena saya nggak suka film horor. Tapi baca suka :D **iya, emang sedikit aneh**
"It's not so much my own death that is intolerable, it's the death of those around me. Because I love them. And part of me dies with them. Therefore all love, if you like, is a form of suicide."
Banyak hal tentang anak kembar yang saya tahu dari  novel ini, karena memang saat mencari tahu apa yang terjadi pada anaknya, Sarah melakukan riset, dan penjelasan psikolog anak juga sangat jelas dan tidak terasa membosankan. Justru malah bikin penasaran, apakah benar itu yang dialami si anak kembar? Dan seterusnya, dan seterusnya.

A very high recommended novel for those who love thriller. *thumbs up*

Monday, January 25, 2016

Alias -- Ruwi Meita

AliasAlias by Ruwi Meita

My rating: 4 of 5 stars

Ini novel horror. Baca novel ini bikin adrenalin saya naik turun! Baca beberapa review tentang buku ini, katanya jangan baca saat malam hari. Tapi karena nanggung tinggal sedikit, justru malam adalah waktu yang pas untuk menghabiskan novel ini, maka saya mencari keberanian dengan menggenggam tangan anak saya yang tertidur pulas, sambil menghabiskan halaman demi halaman.

Karakter utama novel ini adalah Jeruk Marsala. Nama yang cukup unik, tapi terus terang sedikit mengganggu karena mungkin saya tidak terbiasa aja baca nama orang yang diambil dari nama buah-buahan. He-he, sebut saja saya kuno. Anyway, Jeruk adalah penulis best seller cerita romance yang banyak banget penggemarnya. Apa pun yang ditulisnya pasti langsung cetak ulang dan menjadi buah bibir, hingga beberapa karyanya diangkat menjadi film layar lebar. Yes, sesukses itulah Jeruk.

Adalah Rinai, penulis best seller genre horror. Yang baru mengeluarkan dua novel, namun sudah menandingi ketenaran Jeruk yang sudah menelurkan enam novel. Banner dan buku-buku karya mereka bersanding di rak best seller di toko buku, bahkan sebuah PH yang ingin mengadaptasi novel Jeruk berubah pikiran karena ingin mengadaptasi novel Rinai. Tanpa harus memunculkan diri, Rinai telah berhasil menjadi saingan terberat Jeruk.

pic.credit: https://www.instagram.com/sylnamira/
Misteri mulai bermunculan sejak awal cerita, mulai dari mimpi aneh Jeruk, hingga pembunuhan-pembunuhan di novel Rinai yang berubah menjadi kejadian nyata. Banyak penggemar Rinai yang menyangka Rinai adalah penulis yang mampu melihat masa depan. Spekulasi dan berita yang tersebar makin mendongkrak penjualan novel Rinai. Beberapa bahkan menyangka Jeruk dan Rinai bersaing. Ditambah lagi status di sosmed Rinai yang makin memojokkan Jeruk, membuat Jeruk jadi bingung. Siapa Rinai sesungguhnya? Dia yang merasa mengenal Rinai, kini malah ketakutan dengan sosok tersebut. *beuh, kalau tahu siapa sesungguhnya Rinai, bakal kaget deh!*

Beberapa karakter dalam novel ini diceritakan dengan sama kuatnya: Jeruk, Rinai, Darla, Uti Greti, Eru, Alan. Cuma kehadiran Inspektur Kemal kurang digali ya, tau-tau dia nongol di rumah Darla bawa liontin? Agak bingung, tapi ya sudahlah, mungkin saya yang terlewat detailnya.

Saya suka Eru! He-he who doesn't? Dia tuh likable banget! Beda sama Alan yang terlalu terpengaruh sama kehidupan metropolitannya, sehingga gayanya juga jadi terlalu metro seksual, dan memang harus dicurigai sih 'kecenderungannya.' *eh, napa jadi baper gini? Ha-ha!* Persahabatan Jeruk dan Darla, top banget! Mereka tuh cerminan sahabat sejati banget, saling bantu dalam suka-duka, and they always watch each other's back!

Adegan yang agak diulang adalah saat Jeruk harus pergi dari suatu tempat, trus menyetop taksi. Ini kebetulan? Padahal Jeruk nggak suka kebetulan. Tapi di novel ini Jeruk tampak dengan mudah melarikan diri dengan taksi. Padahal taksi kan susah didapat dalam kenyataan, but well, this IS a fiction! Lagipula naik ojek atau angkot kurang drama juga sih. He-he. Tapi selebihnya cerita dalam novel ini seru! Alurnya cepat, namun tidak tergesa, dan endingnya... dan epilognya... WOW! Saya nggak terima ending seperti itu! Pas banget sih, dan cerdas banget. Tapi tetep saya nggak terima. Jeruk tuh harusnya lives happily ever after sama si... *sensor* **spoiler allert!!* :D

Trus kata-kata yang diucapkan Uti Greti berulang-ulang kali? Bagus banget! Kok bisaaaaa penulis mendapatkan kata-kata indah seperti ini:

"Pernahkah pelangi menangis karena hujan dan langit tak mau mewarnainya? Jika sempat, tolong katakan pada hujan untuk menitik satu kali pada tiga puluh tahun kesunyian di ujung pelangi yang tak berbatas. Mungkin saja asa yang tersesat menemukan jalan pulang dan darah tak harus tercurah pada telapak tangan yang beku."

Waw! Saya suka kata-kata itu. Indah, sekaligus menyeramkan. Keren!

Buat penyuka novel horor, jangan ragu deh, langsung ambil dan baca novel Alias ini. You gak bakal nyesel :D Buat yang nggak suka novel horor, karena (mungkin) takut, worry not, my friends... novel ini masih dalam ambang toleransi orang-orang penakut seperti kita kok. :) So, have fun dan selamat berkenalan dengan Rinai ;)

View all my reviews

Sunday, January 17, 2016

Don't Scream! -- R.L. Stine

Don't Scream! (Goosebumps: Hall of Horrors, #5)Don't Scream! by R.L. Stine

My rating: 3 of 5 stars

Saya ini penakut. Kalau nonton film horor itu biasanya suka nggak berani ke dapur tengah malam. Jadi sebisa mungkin saya menghindar dari yang bersifat horor-horor. Bos horor juga mesti dihindari ;)

Tapi untuk buku, saya ternyata nggak masalah. Kirain bakal menolak juga, namun sejak membaca beberapa buku bergenre thriller dan horror, ternyata malah saya suka! Mungkin karena nggak mesti melihat karakternya yang dimake-up serem seperti di film.

Penasaran karena murid di sekolah rajin sekali meminjam buku seri Goosebumps, saya pun mengambil buku ini. Kenapa yang ini? Ya asal comot aja sih. Lalu dimulailah petualangan saya di dunia R.L. Stine yang selama ini saya hindari.

photo: personal doc
Seri Goosebumps Hall of Horrors dikhususkan bagi karakter di buku yang ingin bercerita kehororan yang mereka alami. Jadi buku ini dimulai dengan penjaga Hall of Horrors yang mempersilahkan karakter utama membagi kisahnya.

Jack, adalah anak lelaki korban bully. Mick si jagoan selalu membullynya sepulang sekolah di atas bus. Suatu hari Jack menemukan sebuah handpohone tergeletak di atas bangkunya. Dia pun mengambil dan mencoba mendengarkan, ternyata ada suara yang menyapanya. Suara anak perempuan yang mengatakan bahwa dia adalah sahabat barunya. Jack merasa ini adalah jebakan dari temannya, Eli, yang memang jago science. Namun ternyata suara di dalam handphone itu tetap terdengar walau Jack mematikan handphonenya.

Jack berusaha segala cara untuk mengenyahkan handphone tersebut, namun suara misteri itu selalu berhasil kembali, atau berpindah ke benda digital lainnya. Bahkan menyakiti Jack jika dia tidak menuruti kemauan Emmy, begitu suara tersebut ingin dipanggil.

Emmy adalah makhluk yang terperangkap di dunia digital, dan Emmy menyuruh Jack mencarikan teman untuknya di dunia digital, atau Emmy akan terus menghantui (dan menyakiti) orang-orang di sekitarnya. Jack pun mulai melakukan hal yang tidak pernah dia lakukan: berbohong, bahkan mencuri. Dan saat adiknya disakiti Emmy karena Jack tidak menurutinya, Jack pun mengamuk dan menghancurkan semua benda digital di rumahnya.

photo: personal doc
Jack berpikir Emmy sudah pergi, namun ternyata Emmy masih ada. Dia akan selalu ada sebelum Jack menemukan teman untuknya. Akankah Jack berhasil mengikuti keinginan Emmy? Atau apakah Jack akan benar-benar menjadi sahabat Emmy yang akan berada di sampingnya selama-lamanya?

Kalau punya jantung yang lemah, mending diskip aja, baca yang lain, soalnya seri Hall of Horrors ini cukup menegangkan! And I would definitely read another book in the series.

View all my reviews

Sunday, September 13, 2015

A Dark, Dark Tale -- Ruth Brown

A Dark, Dark Tale (Red Fox Picture Books)A Dark, Dark Tale by Ruth Brown
My rating: 4 of 5 stars

Keren banget! :D Baru tahu kalau di library ada buku ini. Simpen ah buat storytelling :)

Kisahnya di awali begini:

Once upon a time there was a dark, dark moor...

Lalu dilanjutkan di dalam moor (atau tegalan) itu ada hutan, di dalam hutan ada rumah, dan seterusnya. Yang membuat menarik adalah, buku ini ilustrasinya kelam, gelap seperti cerita hantu. Dan kalimat yang digunakan juga membuat imajinasi melayang ke arah hantu terutama saat menggambarkan isi rumah.

Saya membayangkan saat bercerita pada anak-anak kelas 1 dan 2, menggunakan suara rendah, dan menyeramkan, pasti mereka akan berpikir kalau itu adalah cerita hantu. Endingnya sangat pas, berhenti di saat pembaca sudah mulai merasakan ketegangan maksimal. Dan saya juga sempat ketakutan sendiri. Padahal cerita anak gitu loh, kayaknya nggak mungkin banget ada hantu yang menyeramkan nongol. But who knows, kan? :D

Anyway, I really like it, and enjoy it very much! Even though it's an old book :D

View all my reviews