Homeless Bird
by
Gloria Whelan
My rating: 3 of 5 stars
Lagi-lagi tentang pernikahan yang dilakukan di usia muda. Banyak buku
yang mirip temanya, namun terjadi di negara Arab, namun kali ini terjadi
di India.
Koly adalah seorang gadis berusia 13 tahun yang
menurut ayah dan ibunya sudah waktunya dinikahkan. Mereka pun mencarikan
suami untuknya. Singkat cerita, ada sebuah keluarga yang bersedia
menerima Koly, dan mereka meminta mahar yang lumayan menurut ukuran
ekonomi keluarga Koly. Tetapi demi menikahkan anaknya, ayah dan ibu Koly
menguras harta mereka, dan mengirimkan Koly ke keluarga barunya.
Keanehan
sudah mulai terlihat sejak mereka tak mengirimkan foto calon suami
Koly, dan di hari kedatangan Koly ke rumah keluarga mempelai pria, si
calon suami pun tidak dihadirkan. Mereka bertemu di hari pernikahan
mereka, dan ayah ibu Koly menyatakan kekecewaan mereka karena merasa
ditipu. Calon suami Koly, Hari, tidak seperti yang dikatakan berusia 16
tahun. Dia tampak seumur dengan Koly, dan menderita sakit parah. Orang
tua Hari pun tidak menyambut Koly dengan hangat, melainkan fokus ke
mahar yang dibawa Koly. Di sana ternyata yang bawa mahar yang perempuan
ya?
Setelah pesta pernikahan, Hari langsung dibawa ke kamar untuk
perawatan dan Koly dilarang untuk menemuinya. Untunglah ada Candra,
adik Hari, yang berusia tak jauh darinya, yang menemaninya dan seiring
waktu seperti saudari kandungnya sendiri. Ibu mertuanya kejam dan suka
menyuruh Koly mengerjakan semua pekerjaan rumah sendiri. Semacam bawang
putih ya dia?
Ternyata, Hari memang menderita penyakit TBC dan
mahar yang dibawa Koly itu mereka gunakan untuk pengobatan Hari. Mereka
membawanya ke sungai Gangga yang dipercaya mampu menyembuhkan penyakit,
namun apa daya, Hari meninggal setelah pengobatan. Jadilah Koly seorang
janda di usianya yang masih belia.
Harusnya Koly balik aja lagi
ke rumahnya ya? Ngapain juga bertahan di rumah ibu mertua yang tak
menginginkannya? Tapi tidak semudah itu. Seorang wanita yang telah
menikah harus tinggal bersama mertuanya, meskipun suaminya telah tiada.
Kembali ke rumah orang tuanya berarti mencoreng wajah keluarganya
sendiri. Complicated.
Tak lama, Candra menikah, ayah mertua yang
baik hati dan mengajarinya baca tulis meninggal, hingga akhirnya Koly
berdua saja dengan ibu mertua. Koly berusaha sekuat tenaga untuk disukai
ibu mertua dengan melakukan semua pekerjaan tanpa disuruh. Namun emang
dasarnya tidak suka, ibu mertuanya selalu menemukan kesalahan padanya.
Suatu
hari, datang surat untuk ibu mertua. Alih-alih mitna dibacakan Koly,
dia pergi ke kota untuk minta dibacakan. Dan pulang-pulang membawa
berita bahwa ibu mertuanya diundang tinggal di Delhi untuk menjaga
keponakannya. Rumah dan sapi semua dijual dan mereka pun berangkat ke
Delhi. Di tengah perjalanan mereka turun di sebuah kota untuk ziarah ke
kuil. Koly tak menaruh curiga apapun, namun dia merasa tak enak hati
ketika melihat begitu banyak wanita mengenakan kain sari berwarna putih
seperti dirinya, yang menandakan bahwa status mereka janda.
Ketika
Koly disuruh membeli makanan, tanpa curiga dia pergi dan menjaga uang
yang diberikan ibu mertuanya karena takut hilang. Namun ketika dia
kembali ke kuil, ibu mertuanya sudah pergi. Penarik becak, Raji,
mengatakan bahwa ibu mertuanya naik kereta menuju kota Delhi. Koly pun
terlunta-lunta di kota yang penuh dengan janda.
Koly tak bisa
membayangkan hidupnya di kota itu, setiap hari ke kuil untuk berdoa
selama 4 jam agar diberikan makanan oleh pendeta di sana. Begitulah cara
para wanita itu melangsungkan hidup.
Bagaimana dengan nasib
Koly? Apakah tanpa sepeser uang pun dia bisa melanjutkan hidupnya?
Ataukah dia akan bernasib seperti janda-janda yang memenuhi kota
tersebut?
Kisah ini sarat dengan kebudayaan India. Bagaimana
wanita merupakan kelas paling rendah dan tak perlu mengenyam pendidikan
karena toh nanti akan menikah dan kerjanya hanya mengurus anak. Kemudian
bagaimana keluarga perempuan memberi mahar pada keluarga pria agar anak
perempuan mereka diterima dengan baik di keluarga mertuanya nanti. Lalu
tak lupa diceritakan bahwa mereka memanjatkan doa setiap pagi sebelum
melakukan aktifitas apapun.
Membaca buku ini seperti menonton
film India dimana ibu mertua tak menyukai anak menantunya, namun harus
menampungnya karena begitulah adat di sana. Padahal kalau di Indonesia,
jika suami sudah meninggal, tak punya anak, ngapain juga masih di rumah
mertua, ya nggak? Sudah menjadi wanita bebas lagi, gitu loh. Tetapi
ternyata tidak demikian di India.
Buku yang sangat membuka mata tentang sejarah, kebudayaan, dan kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat India.
No comments:
Post a Comment