My rating: 3 of 5 stars
First of all, novel ini sangat cucok untuk para remaja. Kisahnya ringan dan ada hal yang dapat dipetik sebagai pelajaran di sana. Kisah dimulai dari seorang gadis bernama Camar yang memutuskan sekolah di SMA favorit, namun punya riwayat tawuran yang sudah mendarah daging. Camar justru ingin bersekolah di sana. Mungkin merasa tertantang untuk membuktikan bahwa sekolah yang hobi tawuran pasti juga memiliki prestasi.
Singkat cerita, Camar jatuh cinta pada kakak kelas bernama
Bayu. Tetapi sayang, cintanya bertepuk sebelah tangan karena Bayu lebih memilih
Mentari, gadis seangkatan Camar yang eksotis. Well, saya sebenarnya kurang
paham, kenapa Mentari disebut eksotis? Apakah kulitnya yang hitam manis,
wajahnya yang menarik, atau gaya berpakaiannya? Disini kurang dijelaskan
padahal saya ingin tahu. Akhirnya saya berdamai dengan membayangkan Anggun C.
Sasmi.
Anyway, sementara Camar mengalami patah hati level ringan,
dia berkenalan dengan seorang cowok yang bersekolah di SMA musuh sekolahnya,
Abby. Mereka serig bertemu di bis setiap berangkat sekolah dan jadi sering
jalan bareng. Yang saya suka banget adalah, mereka jalan-jalannya ke
perpustakaan! Jarang-jarang nih novel yang mengangkat perpustakaan. Biasanya
kalau jalan ke mal atau nonton. Ini menjadi nilai plus novel ini bagi saya.
Karena saya pustakawan :p
Lalu Bayu putus dengan Mentari dan mulai mendekati Camar.
Merasakan kembali getaran cinta pertama, Camar meminta ijin pada Mama agar
diperbolehkan berpacaran meskipun belum usia 17 tahun seperti perjanjian awal.
Mama mengijinkan dengan syarat dan ketentuan yang berlaku, dan Camar jadian deh
sama Bayu!
Tapi sayang oh sungguh disayangkan, ternyata Bayu masih
menyimpan rasa pada sang mantan. Dan perlahan sifat posesifnya membuat Camar
merasa kurang nyaman. Camar justru lebih nyaman berada dekat Abby.
Minusnya: ketika membaca sinopsis di balik cover, saya
menangkap kesan bahwa ini adalah kisah cinta antara dua siswa dari dua sekolah
yang bermusuhan. Namun yang banyak diceritakan justru kisah cinta dengan senior
di sekolah yang sama. Sementara kisah cintanya sendiri dengan siswa sekolah
musuh tidak mendetail, justru hanya sekedar diam-diam suka gitu deh, tanpa ada
pernyataan atau apa. So, agak meleset dari perkiraan saya.
Tetapi plusnya, novel ini mengangkat kelabilan anak-anak di
usia remaja tanggung yang mudah terpengaruh oleh teman dan senior. Memang ini
usia yang tidak mudah, karena ini adalah usia pencarian jati diri. So, novel
remaja semacam ini tidak hanya pas untuk remaja, orang tua pun perlu membaca
agar lebih mengenal karakter remaja. Sebagai orang tua pun, saya mengenal
karakter anak remaja saya dari novel-novel remaja seperti Aku, Juliet ini.
Sedikit typo saya temukan di bagian akhir novel, namun hanya
sedkit dan itu tidak terlalu menganggu karena di halaman-halaman awal, saya
menikmati membaca tanpa typo.
Mengapa Bayu posesif dan menjadi temperamen pun dicecer
penjelasannya sepanjang novel, sehingga pembaca tahu kenapa cowok ini demikian.
Satu lagi note untuk para ortu, untuk lebih memperhatikan anak-anaknya yang
berada di usia remaja seperti ini. Dan special alert untuk saya pribadi yang
sudah memiliki dua abegeh.
Over all, novel ini cukup ringan dan relatif aman untuk
dibaca remaja. (in my emak-emak’s opinion) ;)
No comments:
Post a Comment