Showing posts with label kevin kwan. Show all posts
Showing posts with label kevin kwan. Show all posts

Saturday, December 16, 2017

Rich People Problems -- Kevin Kwan

Rich People Problems, by Kevin Kwan

My rating: 3 of 5 stars

Akhirnya sampailah kita di buku ketiga dari Crazy Rich Asians trilogi. Di buku ini ceritanya nenek yang paling berkuasa itu, Su Yi, meninggal. Padahal bertahun-tahun Nick nggak ngobrol sama nenek kesayangannya itu karena Su Yi tidak menyetujui pernikahannya dengan Rachel, dan Nick ikhlas-ikhlas saja kehilangan rumah megah tempatnya dibesarkan itu.
I made my money the old-fashioned way. I was very nice to a wealthy relative right before he died.
Namun untunglah sebelum nenek meninggal, sempat bertemu Nick, berkat istri soleha Rachel yang berhasil membujuk suami untuk pulang dan menemui neneknya yang sedang terbaring sakit. Menemui nenek pun tak semudah membalikkan tangan, karena Eddy, sepupunya yang ambisius itu menghalangi denga segala cara agar Nick tidak mempengaruhi neneknya untuk mewariskan semua kekayaannya pada Nick. Dan Eddy ini benar-benar epic di buku ini. Bikin saya ngakak-ngakak, dan istrinya Fiona yang kalem itu berhasil menundukkan Eddy yang grasa-grusu. Adegan Eddy nangis... oh I can imagine the scene on the movie. Eh, denger-denger mau dibuat serial tivi nya kan? Gak sabaarrr..!

Anyway, setelah warisan dibacain pengacara, seluruh keluarga terkesima. Dan Nick pun mencari cara agar rumah mewah itu tidak jatuh ke tangan yang tidak bertanggung jawab. Namun apakah bisa seorang Nick melawan tante-tantenya yang ambisius itu?
My parents have always been racist and elitist to the extreme, like so many in their crowd. Peel away the veneer of wealth and sophistication and you’ll find extremely provincial, narrow-minded people. The problem is that they all have too much money, and it’s come so easily to them that they think they’re bloody geniuses and so they are always right.
Buku ini juga banyak menceritakan flash back kisah neneknya saat masih gadis, dan latar belakang bagaimana dia bisa menjadi salah satu orang berkuasa di Singapura. Trus kisah Astrid dan Michael (atau Astrid dan Charlie?) yang juga penuh lika-liku. Belum lagi Carlton yang muncul lagi dan bikin gebrakan baru dengan sepupunya Nick yang namanya susah banget disebut itu.


Trus Colette yang mengembangkan sayapnya ke manca negara, membuat Kitty Pong hijau karena iri dan dengki. Lalu Kitty yang terus berusaha memanjat ke lapisan teratas komunitas China di Hong Kong dan akhirnya end up menjadi donatur tanpa nama, hanya demi patung-patung Budha bisa bertebaran di sebuah real estate :D Ini kocak, asli!

Mostly buku ketiga ini menutup kisah-kisah dari buku pertama dan kedua dengan asiknya. Apalagi kalau ngikutin kisah cinta Astrid dan Charlie (hah... siapa pula itu Charlie? Makanya baca lah!) dan betapa romantisnya pelarian mereka. Gak ngebayang tempat pelarian seperti Astrid punya, kalau bawa anak pasti gak bisa ya ke sana? Ya nggak pelarian lah kalau bawa anak mah, namanya piknik! :p
Tourists should have to take a style exam before being allowed to set foot on the island!
Masih juga dengan deskripsi glamor dan kemewahan yang beyond my imagination, dan memaksa saya skip-skip beberapa paragraf, buku ketiga ini menawarkan banyak konflik yang seru dan bikin penasaran baca sampai akhir. Nggak nyesel deh baca trilogi ini. Dan saya bisa dengan bangga menepuk pundak sendiri sambil bilang, "Good job, Syl!" karena bisa menyelesaikan trilogi ini tanpa banyak drama. Semoga bisa terjadi juga dengan buku-buku seri lainnya. Inceran selanjutnya seri Professor Robert Langdon dan Cormoran Strike. Penasaran apa itu? Stay tune aja, yes ;)

Saturday, December 09, 2017

China Rich Girlfriend -- Kevin Kwan

China Rich Girlfriend, by Kevin Kwan

My rating: 4 of 5 stars

Surprisingly, buku kedua dari trilogi Crazy Rich Asians ini bisa membuat saya ketawa-ketiwi. Selain komen-komennya yang absurd, percakapannya yang kocak ala-ala orang kaya baru, dan selentingan-selentingan yang bikin senyam-senyum. Buku kedua ini nggak banyak ngeluarin nama baru, tapi ada pendatang baru yang sedang ingin naik daun di Hong Kong, yep, Kitty Pong, mantan artis (kurang terkenal) yang menikahi salah satu teman Nick, namun selalu terlihat sendiri kemana-mana. Orang-orang mulai berspekulasi tentang keberadaan suami Kitty. Nah, Kitty ini dulu pernah hampir menikah sama sepupu Nick, tapi segala cara dilakukan keluarga Young untuk menghalangi, dan berhasil! Alistair terbebas dari Kitty yang materialistis abis! Tapi keberadaannya meramaikan buku ini. Seru!
I don’t understand. How can a credit card ever be rejected? It’s not like it’s a kidney!” Colette laughed.
Dan di buku ini juga Nick menikah dengan Rachel. Yes, tadinya kirain bakal direcokin ama Eleanor, namun ternyata ibu mertuanya itu membawa berita tentang keluarga lain Rachel. What? Keluarga lain? Siapa mereka? Dan itu membawa Rachel ke Shanghai untuk bertemu dengan Carlton, Colette, dan orang yang paling ingin ditemuinya: ayahnya. Namun perjalanan ke Shanghai juga tidak semulus yang diharapkan Rachel. Selain bersyukur karena bisa bertemu dengan keluarganya, Rachel harus menghadapi bahaya karena penemuannya tersebut.

Selain masalah-masalah yang dihadapi Rachel dan Nick, pernikahan mereka yang terhitung baru, ternyata kuat menghadapi berbagai macam cobaan. Membuktikan bahwa pondasi hubungan mereka kuat, ditambah juga dengan background pendidikan mereka yang membuat mereka selalu berhasil berpikir jernih dan saling melengkapi.


Tetapi tidak demikian ternyata dengan Astrid dan Michael. Setelah Michael jadi kaya raya, ruapanya suaminya tersebut ingin membuktikan pada keluarga Astrid bahwa dia bukanlah teknisi komputer, atau elektronik yang rusak lagi. Dia adalah pemilik perusahaan yang besar! Michael mulai bertingkah. Mulai dari pakaiannya sendiri hingga pakaian Astrid pun dikomentari. Padahal kita semua tau bahwa Astrid itu fashion icon banget di buku ini. Hellow, Michael...?!
Michael, don’t you know by now that my grandmother and Uncle Alfred are the largest private shareholders of Singapore Press Holdings? We’re not going to be in the papers. We’re never going to be in the papers.
Astrid yang biasanya penurut dan menerima banget Michael apa adanya, di buku ini mulai berani melawan (dalam arti yang bagus, tentunya) dan membela haknya dan anak mereka. Saya suka saat Astrid bilang bahwa apapun yang dilakukan Michael, mereka nggak bakal menjadi skandal di koran. Euh! Belum tahu apa ya kalau keluarga mertuanya ini berkuasa banget? Leong gt loh!

Buku kedua ini lebih ringan, nggak banyak nama yang dicemplungin seperti di buku pertama, dan jalan ceritanya bikin penasaran habis, dengan kelakuan Michael, tingkahnya Colette, hubungan Carlton dan Rachel, juga Astri yang bertemu dengan mantannya (oowwww...!! siapakah dia?) buku China Rich Girlfriend lebih bisa membuat saya santai, dan menikmati tulisan pak Kwan dengan semestinya. Deskripsi kekayaan dan keglamoran yang seperti biasa saya skip sudah tidak terlalu mengganggu lagi, dan saya ingin mengetahui ending dari cerita mereka di buku ketiga.
People are messy. Life gets messy. Things are not always going to work out perfectly just because you want them to.
Yang belum baca, kuy lah! Mulai dari buku pertama dulu ya... bisa lihat reviewnya di SINI.

Saturday, December 02, 2017

Crazy Rich Asians -- Kevin Kwan

Crazy Rich Asians, by Kevin Kwan

My rating: 3 of 5 stars

Semua berawal saat Rachel mendapat undangan untuk berlibur ke Singapura oleh kekasihnya Nick Young. Rachel yang berdarah China namun besar di Amerika, tentu saja tak mengetahui siapa Nick sebenarnya, dan bagaimana berkuasanya keluarga Nick di Singapura. Pembaca pun hanya diberi preamble bahwa yang berkuasa adalah keluarga Leong (sepupu Young) karena saat mereka berlibur di London dan mendapat perlakuan diskriminasi, hotel tempat mereka menginap pun DIBELI, sodara-sodara! Yep, sekaya itulah keluarga Leong.
Just because some people actually work for their money doesn’t mean they are beneath you.
Rachel yang tetap cool dan sederhana tentu saja kaget saat mendarat di Changi Airport dan mendapat perlakuan ala princess. Padahal dia hanya bermaksud berlibur dan menghadiri pernikahan sahabat Nick, namun segala macam teori konspirasi muncul dengan kehadirannya di Singapura. Sampai-sampai berbagai macam bully pun dialami Rachel. (Sabar, ya Rach...)

Selain Rachel, saya suka banget sama Astrid. Karakternya yang cool, elegan, gak norak, dan diva-like itu bikin semua kenorakan orang-orang China Singapura ini teredam. Kalau keluarga dan orang-orang sekelilingnya gila merk, Astrid mah cuek aja beli di Zara (yang buat saya aja sih itungannya mahal ya) tapi orang-orang bersikap seolah Astrid beli di obralan! Can you imagine!
God is in the details.
Tidak terlalu banyak action di buku pertama ini, mungkin karena masih ada dua lagi yang menyusul. Sedikit-sedikit dikenalkan Su Yi, nenek suri yang berkuasa sangat akan kekayaan Young, lalu Colin dan Aramintha, pasangan yang dinikahkan karena status keluarga, namun untungnya mereka saling jatuh cinta, jadi nggak kayak di film-film mainstream Korea yang dijodohkan karena keluarga dan melanjutkan bisnis keluarga, namun tak saling cinta, yah gitu-gitu deh.

Ada pula Eleanor, ibunya Nick yang heboh dengan kedatangan Rachel dan ngambek nggak mau ketemu. Karena baginya, menantu pilihan adalah yang ebrdarah murni (tau deh darah murni kayak apa). Di buku ini Kevin Kwan benar-benar membuka secara gamblang, perilaku orang China Singapura yang glamour dan pastinya ada lah yaa? Gak cuma di film-film doang. Ya kan?
Remember, every treasure comes with a price.
Di buku pertama ini sangat terlihat bagaimana penulis berusaha masukin banyak banget nama. Ya, maksudnya mungkin biar pembaca nggak bingung dan tahu ini dari cabang pohon keluarga yang mana. Tapi terus terang di buku pertama saya struggling banget mengingat nama-nama. Sampai akhirnya saya menyerah lihat-lihat pohon keluarga. Biar aja deh, ntar yang utama juga akan menonjol dengan sendirinya, begitu pikir saya. Dan benar saja. Yang penting-penting untuk diingat muncul dengan peran yang lebih banyak dibanding karakter yang lain.

Di buku pertama ini pula, penjabaran tentang kekayaan orang-orang China Singapura ini sempat bikin saya eneg dan berhenti baca. Entah kenapa semua itu kok ya bikin males baca. Namun untunglah saya punya teman-teman di klub buku yang baca bareng buku ini. Setelah berdiskusi panjang lebar, dan masing-masing mengungkapkan isi hatinya tentang buku pertamanya Kevin Kwan ini, saya pun disemangati untuk lanjut terus. Secara, "ini tuh semacam Shopaholic, Syl!" Well, saya nggak melihat kesamaannya ya, tapi ya udah deh lanjut aja. Toh saya tidak sendirian bacanya :D


Dan setelah menskip banyak paragraf yang berisi deskripsi kekayaan, dan kemewahan serta deskripsi lainnya yang bagi saya membosankan, saya putuskan untuk melanjutkan ke buku kedua, dengan harapan cerita akan berkembang dengan lebih oke.