Wedding Night by
Sophie Kinsella
My rating: 3 of 5 stars
Apa yang terjadi, jika adikmu memiliki kebiasaan impulsif? Tiap kali
putus sama cowok yang sudah lama berhubungan dengannya, dia akan
melakukan hal bodoh yang membuat sang kakak kebat-kebit dan
ujung-ujungnya menjadi pemberes masalah.
Itulah yang terjadi pada
Lottie. Lottie bukan perempuan bodoh, namun tiap kali hubungan
percintaannya gagal, Lottie akan melakukan hal yang bodoh, seperti
menato tubuhnya, atau semacamnya. Tinggallah Fliss, sang kakak yang akan
membereskan urusan jika Lottie sudah kembali pada akal sehatnya.
Kali
ini, kisah dimulai dengan Lottie yang menyangka bahwa dia akan dilamar
oleh Richard, kekasihnya selama tiga tahun. Dia sudah mempersiapkan
diri, menahan lidah untuk tidak membuat Richard grogi, bahkan membeli
cincin untuk Richard, karena dia pikir, sungguh tidak adil cowok melamar
dan harus memberikan cincin pula. At least, dia akan memberikan cincin
untuk Richard agar kekasihnya itu juga mendapatkan hadiah.
Di
restoran tempat mereka janjian, Lottie sudah sibuk dengan imajinasinya,
plus membocorkan niat Richard untuk melamarnya pada tamu lain yang
bertemu di toilet, padahal Richard BELUM mengatakan apapun. Dan akhirnya
kekecewaan yang didapatkan Lottie yang sudah berpengharapan tinggi.
Ternyata Richard tidak bermaksud melamarnya, bahkan rencana untuk
menikah pun masih dalam angan-angan pria tersebut.
Lottie tak
ingin memberitahu Fliss, kakaknya, karena malu. Dia malah mengalihkan
pembicaraan bahwa dia ingin kuliah lagi, membuat Fliss curiga ada
sesuatu yang tidak beres. Fliss yang sudah sangat mengenal karakter
Lottie, merasa khawatir. Something would happen. Eventually.
Saat
Ben, seorang pria dari masa lalunya datang, Lottie yang ingin mengubah
takdir hidupnya, menerima lamarannya. Dalam dua minggu mereka akan
menikah dan Fliss mengetahuinya sehari sebelum acara! Panik dan mengutuk
dirinya karena lalai mengawasi Lottie karena masalah yang dihadapinya
dalam rumah tangganya, Fliss berusaha sekuat tenaga untuk menggagalkan
rencana tersebut.
Ketika hampir berhasil, partner kerja Ben,
Lorcan, yang juga tak menyetujui rencana Ben, berusaha menggagalkan
pernikahan tersebut. Namun bukannya berhasil, Lorcan malah membuat Ben
langsung menculik Lottie dari kantornya ke kantor catatan sipil. Dalam
hitungan jam, mereka pun menikah.
Kejadia selanjutnya cukup
absurd, dimulai dari Fliss yang menyabotase malam pertama mereka,
melakukan apapun asalkan mereka tidak melewatkan malam tersebut.
Sementara Lottie dan Ben yang sudah dua minggu menahan diri, frustasi
dengan malam pengantin mereka namun menemukan sesuatu yang berbeda saat
bulan madu. Mereka jadi saling mengenal, tetapi juga saling menyadari
bahwa mereka tak mengenal satu sama lainnya.
Lottie yang mulai
menyadari kesalahannya, mengutuki kebodohannya dan berharap Fliss ada
untuk membereskan semuanya. Yah, tipikal perempuan impulsif begini
memang kali ya? Melakukan sesuatu tanpa mikir, ujung-ujungnya nyusahin
orang.
Endingnya sih cukup bagus, dan sesuai dengan harapan.
Namun sepanjang cerita cukup lelah dengan kebohongan-kebohongan yang
disembunyikan karakter dalam novel ini. Memang jadi penasaran sih,
endingnya gimana nih nanti, meskipun pasti yang jahat akan ketauan dan
yang baik akan menang dan hidup bahagia. :p
Jujur, novel yang ini
kurang impresif, karena biasanya saya selalu tertawa terpingkal-pingkal
jika membaca novelnya mbak Sophie. Tetapi yang satu ini, saya sama
sekali tidak tertawa bahkan tersenyum di awal cerita. Ada sih di
tengah-tengah dan menjelang ending saya senyum atau nyengir, tapi nggak
sepuas baca novel mbak Sophie yang lain :(
Meskipun demikian,
saya akan terus memantau novel terbarunya Sophie Kinsella kok.
Denger-denger, dia lagi lanjutin serial sophaholic. Semoga hasilnya
nggak mengecewakan. Meanwhile, mo coba baca bukunya sebagai Madelline
Wickham, ah! :)
No comments:
Post a Comment